Tonie Hida. Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blog Archive

Cari Blog Ini

Pages

Pengikut

About

Cerita Unik : TINKERBELL




 Oleh : MJ

Mentari baru saja nampak, tapi Emak Musiyem dan Ayah Budy sudah rapi dan wangi. Tercium aromanya seperti bunga kantil di taman depan rumah. Emak Musiyem terlihat cantik sekali, bak seorang Dewi Nawang Wulan dari sebuah kerajaan. Baju batik pink, selendang putih membalut tubuhnya yang langsing dan tinggi semampai. Pokoknya top banget, kaya model yang sudah ‘go internasional’. Ayah Budy pun tak mau ketinggalan. Beliau memakai jas hitam variasi batik, celana panjang hitam dan sepatu fantofel yang mengkilap. Hingga membuat silau saat aku melihatnya. “Awww ….”

“Widihhh …! Mau ke mana, nih?! Kok sudah rapi bener, Mak, Yah?” tanyaku sembari mengelap keringat dengan handuk kecil.
“Eh, kamu dah pulang, Nduk. Gimana jogingnya?” Emak Musiyem tanya balik sambil memakai sepatu hak setinggi 19 cm.
“Seru, dong! Apalagi ditemani Mbak Era yang cantik dan Mbak Airi Cha yang baik hati. Waktu di jalan, mereka berdua saling adu puisi, lho! Bahkan banyak yang minta tanda tangan kepadanya. Kaya artis lho, Mak!” jelasku. “Mak mau ke mana, si?” Aku masih penasaran.
“Kita berdua mau ke rumah Nenek. Mau nganter makanan dan sekalian kondangan ke rumah teman ayah yang lagi nikahan,” ujar Ayah Budy.

Emak Musiyem dan Ayah Budy pun menuju ke dapur. Mereka menyiapkan beberapa makanan yang sudah dimasak sebelumnya, seperti: rendang, opor ayam, lemper, lupis, soto makasar, kue bolu, empek-empek palembang, dan gulai kambing. Hari ini keluargaku memasak banyak makanan, karena Ayahku baru saja memenangkan lomba fotografi, juara ke-2. (Ayo ucapin selamat kepadanya, ya! Selamat Ayah Budy)
Sebagai rasa syukur, keluargaku membagikan makanan tersebut n ke rumah saudara dan tetangga sekitar. Beberapa rantang sudah terisi makanan, Emak dan Ayah pun keluar rumah. Ternyata di depan rumah sudah ada Pak Dimaz, sahabat Emak Musiyem. Kata Emak orangnya ganteng dan baik. Namun terkadang suka aneh. Lha, kok bisa? Kalau tak percaya tanya saja sama orangnya. He ….

“Nduk, kami berangkat dulu, ya? Entar kalau ada sahabat emak, Om Yan dan Om Tedy buatin aja kopi dan sugguhi beberapa makanan, ya? Mereka baik, tapi kadang suka jahil dan usil, jadi waspadalah!”ujar Emakku sebelum masuk mobil milik Dimaz.
Aku pun menganggukan kepala dan melambaikan tangan sembari tersenyum. Busss …! Mobil melaju kencang meninggalkan rumah.

Aku pun beranjak mandi dan sarapan. Lalu menonton kartun kesukaanku. Baru saja lima menit berlalu, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Ciiittt …! Penasaran, aku pun melihat dari balik jendela. Kulihat seorang laki-laki turun dari mobil memakai baju ala tentara lengkap dengan topi baret di kepalanya. Oh, rupanya Om Yan yang datang, pikirku. Sedetik kemudian datang lagi sebuah mobil putih berhendi di depan mobilnya. Seorang laki-laki seumuran dengan Om Yan memakai kaos hitam berkerah, tangan kanan memegang buku. Mereka berdua pun saling jabat tangan, lalu saling berpelukan.

“Assalamu’alaikum ….”
“Wa’alaikumsalam,” jawabku sembari membukakan pintu.
“Emak Musiyem ada?” tanya Om Yan, celingukan.
“Nggak ada,” jawabku singkat.
“Lha, kok nggak ada. Pergi ke mana? Sama siapa? Naik apa? Pakai baju apa?” ucap Om Tedy seperti wartawan yang lagi mencari berita.
Om Yan pun ikut-ikutan, “Ayahmu mana? Sudah mandi apa belum? Sudah sarapan apa belum?”
Iiihhh …! Bener kata Emak, ini orang cerewet banget! Kata hatiku sembari tersenyum. “Ehmmm … jawabnya nanti, ya? Silahkan duduk dulu, Om,” ucapku, lalu beranjak perdi ke dapur.

“Aduh! Emaakkk …! Cepat pulang, dong!” gerutuku sembari membuat kopi. Andaikan ada seseorang yang bisa mengerjai mereka supaya cepat pulang, bisik hatiku. Saat aku menyiapkan lemper, lupis, dan kue bolu di atas piring, munculah seseorang seperti peri dalam dongeng. Kulihat dia memakai baju serba putih, bersayap dan memegang tongkat kecil di tangan kanannya. Sontak aku pun kaget. “Hah!!!”
“Hai Mj … aku Tinkerbell. Si Peri Bunga yang cantik dan unyu. Tenang saja aku akan membantumu, mengerjai mereka, hihihi …,” katanya sembari tersenyum.

Lho, kok bisa tahu namaku, ya? Gumamku sembari mengedipkan mata. Seakan tak percaya, kalau aku berimajinasi atau tidak, kucubit pipiku. “Auwww … ternyata aku nggak mimpi.”
“Jelas aku tahu namamu, aku kan seorang peri. Hehehe ….”
“Oke, deh Tinkerbell. Makasih, ya. He ….” Aku ikut ketawa dengannya.
Kopi dan makanan sudah siap, lalu kuantar ke depan. Meletakkan di atas meja. “Silahkan dinikmati, Om.”
Om Yan dan Tedy pun tersenyum. Bukan menikmati kopi dan dan kue yang aku hidangkan. Mereka justru menanyakan hal sama yang belum sempat aku jawab. Aku menghela napas panjang, lalu menjawab pertanyaannya.

“Oh iya, Emak Musiyem dan Ayah Budy lagi pergi ke rumah Nenek bersama Pak Dimaz,” jawabku dengan nada sedikit meninggi.
“Oh, asik kalau begitu, dong! Kita bisa makan bebas di sini, hihihi …,” ketus Om Yan.
“Iya, bener Kang Yan,” sambung Om Tedy.
Pertama mereka makan lemper. Dalam waktu singkat satu piring sudah habis, lalu makan lupis, tersisa satu biji. Makan kue bolu masing-masing 5 potong. Ini orang laper, apa belum makan dua hari, ya? Hatiku bertanya-tanya. Sudah makan, diminumlah kopi yang tersedia.

Gleggg …!

“Bruuttt …,” Om Yan menyembur air setelah meminum kopi. Namun nasib malang menimpa Om Tedy. Secara tak sengaja semburan air Om Yan mengenai mukanya. Alhasil muka Om Tedy dipenuhi air kopi. Terlihat Om Tedy seperti mau marah, raut wajahnya sudah memerah, tapi berusaha mengendalikan amarahnya. Mungkin mereka berdua malu, kalau mau beranten di depanku. He ….
“Elah dalah … kok rasanya asin, Nduk?” tanya Om Yan sembari ‘mele-mele’.
Melihat kawannya ‘mele-mele’ Om Tedy pun ketawa, “Hahaha … itu kopi Kang Yan masa rasanya asin. Aduh, ada-ada saja.”

“Aku nggak boong, Kang. Sueeerrr …,” Om Yan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah, “kalau kamu nggak percaya, coba saja kopi itu diminum!”
Om Tedy menuruti perintah kawannya. Diminumlah kopi tersebut. “Ebusettt … hah hah hah! Pedes, Kang.” Om Tedy mengelurkan lidahnya.

“Hahaha ….” Om Yan ketawa, “nah, loe, malah pedes. Ini kopi kok rasanya aneh banget, si!”
Kedua sahabat Emak nampak terheran-heran. Mereka pun saling pandang. Melihat tingkahnya aku pun tersenyum. “Hihihi ....” Ini pasti kerjaan Si Tinkerbell, batinku. Kulihat Si Tinkerbell pun ketawa geli. Tak lupa aku memberikan kedua jempolku. “Sip!”
“Hai Kang Yan, apa si yang dia lihat kok tertawa sendiri sembari mengangkat jempolnya?” tanya Tedy heran.

Om Yan menggelengkan kepalanya, “Kenapa nggak tanya saja sama anaknnya, Kang Ted!”
“Nduk, kamu lihat apa si? Kok ketawa sendiri?” Om Tedy ‘kepo’.
“Melihat teman baruku, he …,” jawabku sembari ketawa.
“Teman?! Mana temannya?” Om Yan dan Tedy kompakan.
“Itu di sampingmu, Om!”
Mereka pun tambah heran, karena tak melihat teman yang aku katakan. Aduh! Aku lupa kalau hanya aku yang bisa melihat Si Tinkerbell, batinku. Ketika mereka dibuat heran, datanglah Ardi dan Tonie ke rumahku berlarian.

“Mj …! Tonie mau membunuhku dengan pedang naganya, tolongin akuuu …!” teriak Ardi, lalu duduk saja di samping Om Tedy. Sembunyi dibalik badannya. Ardi ketakutan seperti dikejar penjahat kelas kakap.
“Ciaaattt …! Ardi jangan lari kauuu …!” ucap Tonie sembari memainkan pedang yang terbuat dari kayu jati kecoklat-coklatan mengejar Ardi. Terlihat Tonie memakai baju ala super hiro warna pink.
Aku pun ketawa melihat tingkah laku Ardi dan Tonie. “Hahaha ….”
Om Yan pun menghalangi Tonie, dan menyuruhnya duduk. Namun Tonie terus bersikeras ingin membunuh Ardi dengan pedangnya. Sementara itu, Om Tedy berusaha melindungi Ardi dengan menengadahkan kedua tangannya. Kedua sahabat Emak Musiyem dibuat heran. Namun Ardi dan Tonie malah ‘tos’ bareng.

“Prokkkk!”.

“Hahaha … kalian tertipu, ya? Hihi … kita kan lagi latihan,” Tonie dan Ardi bebarengan. Ternyata mereka berdua lagi latihan pedang-pedangan karena mau mengikuti lomba kostum ala super hiro. Wkwk ….
Ardi dan Tonie pun tertawa terbahak-bahak, karena berhasil membuat kedua sahabat Emak Musiyem terpana. “Hahaha ....”

Datang lagi Shopya yang memakai kaca mata hitam, jelana jins, sepatu pink. “Huhuhu … Mj aku mau curhat, huhuhu …,” ucapnya sembari menangis tersendu-sendu.
Entah apa sebabnya, Shopya menangis begitu saja. Namun setelah melihat kue bolu di atas piring, tangisnya berhenti seketika. Kue bolu yang tersisa pun dihabiskan oleh Shopya, Tonie dan Ardi.

“Nduk, temanmu kok aneh-aneh, ya?” tanya Om Yan penasaran.
“Meskipun begitu mereka adalah temanku, Om. Bukankah kalau berteman kita tak boleh palah pilih, ya? Seperti semboyan negara kita, ‘Bhineka Tunggal Ika.’”
“Walaupun berbeda-beda tetap satu jua,” kata Ardi, Tonie dan Shopya kompakan.
“Wah, aku salut dengan teman-temanmu,” puji Om Tedy. “Sip! Bapak setuju banget.”
“Sip!” Om Yan memberi kedua jempolnya. “Eh, ngomong-ngomong emak dan ayahmu kok lama banget, ya? Pulangnya kapan?”
“Nggak tahu, Om!” jawabku.
“Kang, lebih baik kita pulang dulu, yuk? Entar sore kita main lagi, tapi sebelumnya BBM Mbak Musiyem biar nggak ketemu sama anak-anak ini lagi,” ajak Om Ted.
Om Yan pun setuju ajakan kawannya itu. Akhirnya Om Ted dan Om Yan pergi dari rumahku. Kini tinggal aku, Tonie, Ardi dan Shopya. Tak lupa aku pun membuatkan minuman untuknya. Makanan yang sudah habis aku isi kembali. Sembari menikmati makanan, aku pun menceritakan tentang sosok peri yang menjadi teman baruku, Si Tinkerbell. Namun mereka justru ketakukan, dan pergi begitu saja meninggalkanku. “Hihihi

… kabuuurrr …!”


Kini tinggal aku dan Si Tinkerbell.
“Makasih ya Tinkerbell. Berkat bantuanmu, kedua sahabat emak jadi cepat pulang.”
“Hihi … sama-sama, Mj. Tapi ingat ya, jangan lagi-lagi. Apalagi mereka orang tua yang harus dihormati. Oke, aku pergi dulu, ya?!”
Aku pun menganggukkan kepala. “Daaa … Tinkerbell,” ujarku sembari melambaikan tangan. Si Tinkerbell pun menghilang, lenyap begitu cepat.


***




Kedua orang tuaku pulang ke rumah. Sembari duduk santai, aku menceritakan kejadian yang telah kualami kepada mereka. Mereka pun tertawa akan ceritaku. “Hehehe ….”
Jirah




Sokaraja, 31-8-2015
Tag Yan Hendra Tedy Maulana Ibrahim Sastra Dewita Airi Cha Musiyem Budy Cahyadi Putra Ratu Tonie Hida Ardi Ariandar Anwar Shopya Rangganizer Dimaz Dewantara
Maaf, he ... gak boleh marah! Makasih





SUMBER
Gruo Cerpen-ku 
0 Komentar untuk "Cerita Unik : TINKERBELL"

Back To Top